Sensasi Berlayar di Laut Lepas Menuju Hamparan Surga Kecil

Siapa tak penasaran dengan Labuan Bajo, hamparan surga kecil di perairan Barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Namanya harum dengan keindahan alamnya yang menakjubkan. Belakangan, wisata Labuan Bajo ngetren dan banyak yang memasukannya ke daftar mesti tempat yang mesti dikunjungi untuk berlibur.

Labuan Bajo terletak di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Saat ini, Labuan Bajo menjadi keliru satu berasal dari lima destinasi wisata Super Prioritas yang tengah dikembangkan di Indonesia.

Tim Gerakan Anak Negeri (GAN) tak mau ketinggalan menyaksikan eksotisme Labuan Bajo secara langsung dengan Sewa speedboat labuan bajo. Pemimpin redaksi (Pemred), general manager (GM) hingga redaktur pelaksana (redpel) Radar Bogor Grup berkesampatan menjelajahi wilayah di Timur Indonesia itu sepanjang empat hari sejak 14-17 Januari 2021 melalui ekspedisi bertajuk ‘Cerita Indonesia, Spirit of Labuan Bajo’.

Tim yang tergabung didalam Foum Pemred Radar Bogor Grup ini bertolak berasal dari Bandara Soekarno Hatta pukul 10.40 WIB.

Ekspedisi ini tak hanya untuk menyaksikan keindahan hamparan surga Labuan Bajo. Tim yang dipimpin segera inisiator GAN sekaligus CEO Radar Bogor Grup, Hazairin Sitepu, punya misi mulia. Mereka akan sebabkan konten kreatif, inspiratif dan positif seputar keindahan Labuan Bajo.

Konten ini akan mempertontonkan kekayaan Indonesia ke mata dunia sebagai usaha menopang pengembangan ekonomi kreatif. Semua sarana yang tergabung didalam Radar Bogor Group, merasa berasal dari Radar Bogor, Harian Metropolitan, Radar Depok, Radar Bandung, Radar Cianjur, Radar Sukabumi, Radar Bekasi, Radar Karawang, Pojok.Satu.id dan erbege.com akan berlomba-lomba sebabkan konten ini,

Konten berikut akan disebar di website, koran, sarana sosial seperti Instagram, Facebook, Youtube hingga Tiktok dengan pengikut yang mencapai puluhan juta.

Sebagaimana diketahui, tahun 2021 udah ditetapkan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) sebagai Tahun Internasional Ekonomi Kreatif melalui Resolusi Umum PBB Nomor 74/198.

Paling membanggakan, Indonesia memprakarsai resolusi PBB tentang kemajuan ekonomi kreatif dunia tersebut.

“Kami pun ikut berkolaborasi melalui Ekspedisi Gerakan Anak Negeri Episode Spirit of Labuan Bajo untuk pembutan konten kreatif, inspiratif dan positif seputar keindahan Labuan Bajo ke mata dunia untuk menopang kemajuan ekonomi kreatif tersebut,” ujar Hazairin Sitepu.

Setelah menempuh perjalanan hawa sekira 2,5 jam, tim tiba di Bandara Internasional Komodo. Kedatangan tim disambut hangat warga yang akan memandu ekspedisi ke dua GAN ini. Sebelumnya, di Ekspedisi Cerita Indoneisa pertama, GAN sukses menjelajahi Jawa-Bali melalui jalur darat sepanjang 5.000 kilometer untuk menyaksikan dan ikut serta memulihkan pariwisata usai dihantam pandemi melalui konten-konten yang dihasilkan.

Tim GAN yang terdiri berasal dari 20 orang, termasuk penulis, segera dikalungi kain tenun khas saat nampak bandara. Pertanda selamat berkunjung sebelum saat melanjutkan perjalanan gunakan bus menuju Dermaga Labuan Bajo untuk mengawali ekspedisi.

Sekoci kecil udah menunggu saat tim tiba di dermaga. Dengan kapasitas delapan orang, kami secara bergantian diangkut ke kapal pinishi Sipakatau Bulukumba. Kapal layar motor (KLM) ini yang akan mengantarkan kami mengarungi lautan terlepas sepanjang tiga hari dua malam mendatangi lokasi-lokasi wisata eksotis di Labuan Bajo.

KLM Sipakatu termasuk kapal superior yang dapat menampung penumpang hingga 20 orang. Kapal ini punya tiga kabin berpendingin hawa (AC) dengan kasur dua lantai di tiap kabinnya yang dapat diisi hingga 6 orang. Masing-masing kabin ditambah toilet. Tiap kasur termasuk ditambah bantal, guling, selimut hingga handuk.

Kapal ini termasuk punya dua dek di bagian atas dan belakang yang amat nyaman digunakan untuk bersantai. KLM Sipakatau ikut ditambah satu restoran terbuka dan satu restoran tertutup untuk nikmati sajian berasal dari koki andal yang siap mencukupi perut penumpangnya dengan menu-menu variatif sepanjang perjalanan.

Jangkar diangkat, perjalanan dimulai.

Sesuai rencana, wilayah pertama yang dikunjungi adalah Pulau Kelor. Pulau sepi tak berpenghuni ini masyhur dengan keindahan alam yang menyejukan mata. Jaraknya hanya sekira 30 menit berasal dari dermaga tempat kami mengawali perjalanan.

Pulau Kelor termasuk terkenal dengan kecantikan pantai dengan pasir lembutnya. Keindahan bawah lautnya ikut menjadi energi tarik lantaran dihiasi terumbu karang cantik di bawah biru laut yang jernih.Sayangnya, cuaca kurang mendukung. Kami batal berkunjung di Pulau Kelor sebab saat yang termasuk udah amat sore. Pulau Kalong menjadi opsi selanjutnya.

Seperti namanya, Pulau Kalong menjadi tempat tinggal bagi jutaan kelelawar atau kalong berukuran super besar. Mereka biasa menampakkan diri sore hari jelang malam. Saat-saat mereka nampak berasal dari sarang adalah panorama yang diburu wisatawan. Namun, fenomena ini hanya dapat dinikmati berasal dari atas kapal sebab pulau berikut tak berpenghuni.

Kami sempat pesimis dapat menyaksikan kawanan kelelawar nampak berasal dari pulau lantaran cuaca tak kunjung membaik. Langit gelap diselimuti mendung sejak perjalanan dimulai. Hujan perlahan turun, disusul gelombang tinggi. Kapal merasa terombang-ambing.

Kondisi ini lumayan sebabkan cemas, -setidaknya untuk penulis-. Rasa cemas bercampur mual menyerang. Pikiran-pikiran tidak baik sekelebat muncul. Maklum, saat itu kami berada di lautan lepas, jauh berasal dari daratan.

Butuh saat lumayan lama untuk meredakan panik. Syukur rasa mual berangsur hilang. Tubuh seperti berusaha keras beradaptasi dengan kondisi lautan yang penuh misteri.

Baru saja sedikit tenang, kepanikan lain muncul. Kapal pinisshi yang bersandar tak jauh berasal dari kami tiba-tiba mendekat tak wajar. Semakin mendekat di tengah angin kencang. Rupanya, kapal berkapasitas penumpang yang serupa dengan kapal kami ini tersapu gelombang.

Awak kapal kami yang mencium berarti tak baik segera ambil posisi siaga di tepian kapal. Benar saja, kapal semakin dekat hingga tak ulang berjarak. Kami yang saat itu tengah berkumpul di geladak depan kemudi menunggu kelelawar nampak sarang mekin cemas. Sementara teriakan-teriakan berasal dari ke dua awak kapal bersahutan. Saling memcari cara sehingga keduanya dapat menjauh.

“Braak,” tabrakan tak terhindarkan. Pembatas geladak kami dihantam buritan kapal pinishi yang hilang kendali. Sisi-sisnya patah dan hancur, Sebagian berasal dari kami hanya dapat melongo diselimuti was-was. Sebagian lainnya menopang awak kapal mendorong pinishi yang menabrak sehingga gesekan tak semakin parah.

Insiden berikut terjadi begitu cepat hingga kelanjutannya ke dua kapal lembali berjarak. Di Labuan Bajo, kapal-kapal pinishi yang mempunyai wisatawan sebenarnya tak pernah bergerak sendiri. Selalu dipertemukan di teluk-teluk tempat tujuan saat bersandar.

Usai waktu-waktu yang lumayan mengaduk-aduk perasan, angan-angan indahnya sunset seperti yang banyak disebut orang-orang seketika terbenam berasal dari bayangan. Mendung tak kunjung beranjak.
Beruntung di tengan gundah gulana, kawanan kelelawar raksasa satu per satu nampak di udara. Pemadangan beralih fantastis saat hewan nocturnal ini mencukupi langit di tengah hari yang merasa gelap.

Atraksi ini menyihir kami yang hanya dapat berdecak terpesona memandanginya berasal dari atas kapal. Kemunculan mereka termasuk menjadi semacam obat penenang. Pertanda cuaca membaik setelah dihempas gelombang dan angin kencang yang termasuk sebabkan mereka enggan nampak sarang.

Butuh saat sekira 30 menit menyaksikan kawanan kelelawar ini terbang hingga tak ulang terjangkau pandangan. Menyisakan langit yang ulang sepi dengan gelapnya.

Angin laut tetap terasa, dinginnya menyentuh tulang. Kapal ulang dinyalakan, menyusuri lautan terlepas di tengah gulita malam. Tujuan sesudah itu adalah Pulau Padar.

Bagi yang tak terbiasa di atas kapal, mabuk laut menjadi tantangan tersendiri. Saat deru mesin kapal terdengar bersahutan dengan hempasan gelombang, seorang kawan berasal dari Radar Bandung, Azam Munawar, ulang menampakkan raut wajah gelisah.

Lambat laun, guncangan yang semakin intens membuatnya mengangkat bendera putih. ia bangkit berasal dari duduknya di dek kapal, tepat di sebalah saya, menuju kamar punya niat untuk merebahkan badan menghalau mual.

Bukannya tenang, di kamar Azam merasakan mualnya semakin menjadi-jadi. Ia ulang duduk di dek depan sambil berpegangan erat, memelihara tubuh tak terpental mengikuti kapal yang terombang-ambing. Dari mukanya, nampak ia berusaha keras menahan mual. Sementara gelas-gelas dan apa-pun yang ada di atas meja terlempar.

Azam ulang masuk ke kamar. Bukan untuk rebahan, namun ke kamar mandi. Suara orang muntah menyusul terdengar berkali-kali.

“Mabuk laut, lagi”, katanya. Dibalas tawa oleh kami yang memaklumi kondisi tersebut. Segera minyak angin dan obat anti mabuk datang. Saya sendiri sempat dihantam mual dan beranjak ke kamar mandi untuk mengeluarkan mengisi didalam perut. Sayangnya sia-sia.

Tak termasuk dapat muntah.Usai berhadapan dengan gelombang dan angin kencang, kapal tiba di teluk yang berada di kurang lebih Pulau Padar. Mesin dimatikan, jangkar ulang turun. Suara ombak setia menemani malam. Beberapa kapal pinishi lain jalankan hal sama, mengambil alih jarak sehingga tak bertabrakan.

Malam pertama kami habiskan tidur di atas kapal, merebahkan tubuh di tengah lautan, mengistirahatkan hati dan anggapan berasal dari kekhawatiran.

Ekspedisi ke Labuan Bajo bukanlah soal mendatangi pulau-pulau cantik semata. Lebih berasal dari itu, pengalaman berlayar di laut terlepas menjadi hal yang tak ternilai harganya. Memberi sensasi liburan berbeda.

Anda pasti merasakan sensasi tinggal di atas kapal, atau bhs kerennya Live on Board, kecuali menghendaki berkeliling Labuan Bajo. Sebab, lokasi-lokasi serpihan surga kecil itu biasanya berada di pulau-pulau yang terhampar di lautan lepas. Anda perlu saat berhari-hari untuk dapat mengunjunginya satu per satu.

Berpindah berasal dari satu teluk ke teluk lain yang dekat dengan pulau tujuan. Mayoritas pulau berikut tak berpenghuni. Wisatawan hanya dapat mengunjungi, tak untuk ditinggali atau bermalam di dalamnya.

Misteri laut seperti angin kencang, gelombang tinggi, badai hingga cuaca ekstrim lainnya adalah bumbu perjalanan yang sewaktu waktu dapat saja muncul. Selama perjalanan, cuaca itu hampir kami rasakan tiap tiap hari. Kadang bergidik ngeri, namun ada sensasi menantang tak terkira.

Di hari kedua, usai mendatangi Pulau Padar dan Pink Beach, kami bertolak ke Taman Nasional Komodo dan Desa Komodo. Perjalanan siang hari merasa lebih menenangkan meski gelombang tinggi tetap kerap manampakkan diri.

Beres berasal dari sana, kami melanjutkan perjalanan sore hari menuju petang ke Pulau Kanawa yang terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya. Jaraknya kurang lebih 2,5 jam lebih berasal dari Pulau Komodo.

Perjalanan ke Pulau Kanawa termasuk lumayan menantang. Bayangan diringi sunset saat perjalanan, gelombang tinggi jadi ulang berkunjung sepanjang perjalanan. Nahkoda kapal kelanjutannya menentukan bersandar di antara teluk di tengah perjalanan saat malam udah menyelimuti. Rencananya, perjalanan dilanjut pagi hari sebab kondisi yang tak memungkinkan; gelobang tengah tinggi-tingginya disertai kencang.

Kapal tetap tak mau diam saat jangkar udah diturunkan. Gelombang konsisten menghantam kapal yang tak henti bergoyang ke kanan dan kiri, ulang mengocok perut kami, termasuk Azzam yang sedari awal perjalanan teratur mabuk laut.

Saat biasanya berasal dari kami asik berbincang di dek, kapal tetiba bergerak ekstrim, terhempas gelombang dan angin kencang. Awak kapal segera berlarian mengecek sekeliling. Kapal rupanya hampir karam. Karang-karang nampak amat dekat berasal dari permukaan air laut yang jernih, berarti kami berada di tempat dangkal. Kondisi yang sungguh tidak baik.

Kami hanya dapat memandangi tanpa banyak jalankan apa-apa. Para awak kapal merasa repot melacak cara nampak berasal dari kondisi ini. Sekoci menjadi harapan. Satu awak kapal turun dan menyalakannya. Mengambil posisi di sisi belakang kapal dengan bagian moncongnya didempetkan ke bagian kapal.

Motor yang mobilisasi sekoci digas. Berusaha mendorong kapal sehingga menyingkirkan berasal dari tempat kami terhempas. Dalam kondisi ini, mesin kapal tak barangkali dinyalakan, areanya amat dangkal.

Butuh usaha keras bagi sekoci untuk mendorong kapal yang ukurannya beberapa kali lipat besarnya. Mesinnya mraung-raung didalam gelap malam. Setelah berjibaku lebih dari satu saat, kapal sukses berubah hingga mesin kapal aman dihidupkan.

Beberapa kapal pinishi di sekeliling kami termasuk hampir merasakan hal yang sama. Nahkoda menentukan melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. Kapal-kapal lain mengiyakan. Rupanya meraka saling berkoordinasi. Setiap perjalanan tak barangkali sendiri. Bergerak dan bersandar bersamaan, meski dengan jarak yang lumayan lumayan.Seperti malam-malam sebelumnya, perjalanan di tengah gelombang tinggi adalah suatu hal yang lumayan mengkhawatirkan.

Nyaris dua jam berlalu, kapal kelanjutannya tiba di dekat Pulau Kanawa mendekati tengah malam. Perasaan syukur berkumandang didalam hati. Satu per satu berasal dari kami perlahan masuk kamar, pilih tidur dan melupakan gelombang tinggi meski tetap saja ia konsisten menghantam kapal kami.

Malam berubah pagi. Saya, termasuk teman-teman lain, udah berada di sisi kapal yang ditambah tangga untuk naik turun ke sekoci. Menunggu diangkut ke Pulau Kanawa sambil mempunyai alat senorkling.

Waktu perlihatkan pukul 07.41 WITA. Sedikit mendung dengan gelombang yang tetap lumayan tinggi. Awak kapal yang mengemudikan sekoci repot sesuaikan naik turun gas mesin sekoci, menjauhkan menabrak gelombang.

Sekoci kami terombang ambing berusaha mencapai dermaga, gelombangnya amat terasa. Mengerikan berkhayal sekocil kecil berisi delapan orang ini terbalik dihempas gelombang.Cara awak kapal yang mengemudikan sekoci sebabkan sedikit lega. Ia nampak udah piawai dengan kondisi lautan yang kerap berubah-ubah. Kami hingga dengan selamat setelah melalui detik-detik menegangkan.

Pulau Kanawa menjadi wilayah paling akhir ekspedisi kami mengarungi Labuan Bajo. Selesai nikmati indahnya alam bawah laut, kami ulang ke kapal saat matahari tengah terik-teriknya

Makan siang udah tersaji, keliru satu menu yang menggoda adalah olahan ikan dengan aneka bumbu yang dihidangkan indah di atas kulit kol dengan piring besar. Ada belasan ikan dengan ukuran tengah yang dihidangkan. Ikan-ikan berikut adalah hasil memancing Bang HS sepanjang di kapal. Ya, bagi yang puas memancing, perjalanan laut di Labuan Bajo akan merasa semakin menyenangkan.

Biasanya kami makan sambil kapal bergerak mengarungi lautan. Tapi kali ini berbeda, awak kapal meminta kami menyudahi makan terutama pernah sebelum saat mesin dinyalakan. Katanya gelombang semakin tinggi. Akan lebih baik kecuali kami menuntaskan makan daripada seisi meja berantakan sebab gelombang dapat menerjang sewaktu-waktu.

Perjalanan ulang ke Dermaga Labuan Bajo, tempat kami mengawali perjalanan, perlu saat sekira tiga jam kurang. Tepat tengah hari nahkoda menyalakan mesin, mengawali perjalanan pulang.

Sejak awal keberangkatan gelombang tinggi udah terasa, guncangan-guncangannya lebih intens berasal dari biasa. Makin lama semakin terasa. Kata pemandu wisata kami, Januari – Februari gelombang laut sebenarnya tengah tinggi-tingginya.

Di dek katas kapal yang menghadap bagian depan, tingginya gelombang nampak lebih nyata. Kita dapat menyaksikan bagian depan kapal miring ke kanan dan ke kiri saat kapal membelah gelombang. Membuat kami mesti berpegangan lebih erat.

Kang Andi Ahmadi, GM Radar Bekasi, merasakan betul ganasnya gelombang. Saat akan naik ke dek kapal join dengan kami, kapal tiba-tiba limbung tak henti-hentinya. Pria asal Jasinga, Kabupaten Bogor ini menghentikan langkah, merubah posisinya yang pada mulanya berdiri menjadi jongkok. Tangannya erat memegang tiang di ujung tangga.

Jarak tempatnya berpegangan dengan kami tak jauh, hanya sekira tiga hingga empat meter. Kami saling berhadapan. Kapal konsisten terombang-ambing, membuatnya tak berani melanjutkan langkah. Faturohman S Kanday, Direktur pojokbogor.id yang karib disapa Bang Fatur, memintanya menyambut handuk di tangannya. Berharap Kang Andi dapat berpegangan sehingga tak terhempas saat melangkah.

Nyatanya, Kang Andi tetap cemas berdiri. Dia mencapai ujung handuk yang ujung satunya tetap digenggaman Bang Fatur dengan posisi belutut. Seketika handuk itu ditarik dan menyeret Kang Andi ke posisi kami. Situasi yang menegangkan namun lucu. Tawa kami nampak tak terbendung menyaksikan adegan itu.

Setelah Kang Andi bergabung, kami ulang nikmati kapal terombang-ambing tepat di depan kemudi nahkoda. Memandangi naik turun gelombang saat bertabrakan dengan ujung kapal yang menimbulkan bunyi deburan seperti ombak.

“Akhirnya sampai”. Kata-kata itu mewakili perasaan tenang kami saat dermaga yang dipenuhi kapal beraneka ukuran merasa terlihat. Hamparan kapal beraneka ukuran semakin dekat. Hujan turun menyambut kehadiran kami. Tuntas perjalanan tiga hari dua malam mengarungi surge kecil bernama Labuan Bajo.

Dari dermaga, kami bertolak gunakan bus ke Hotel Loccal Collection. Hotel yang lumayan ngehits di Labuan Bajo dengan konsepnya yang unik seperti di Santorini, Yunani. Tempat paling akhir kami berkunjung semalaman sebelum saat amat meninggalkan Labuan Bajo. Membawa pulang terpesona akan keindahaan alam dan pengalaman perjalanan yang tak terbayarkan.